Jumat, 14 Juni 2013

Tanpa Pilihan

Aku memilihmu untuk berdamai bukan lagi tuk kau cari-cari kesalahan ku yang tak pernah kau perhitungkan sebelumnya. Hanya pilihan saja sebenarnya. pilihan yang membelenggu kaki ini agar tetap berjalan di alur mu, menuruti apa yang kau perintahkan menyanjungmu dengan terpaksa. itu sangatlah membosankan. Andai sajan dapat ku putar waktu semauku tak akan pernah masa ini ku tarik di list baris hidup ku.
Kau memang selalu rendah memandang kawan mu, kamu selalu berpikir kekuasaan lah yang paling tinggi. Hingga kau hambur-hamburkan seluruh hartamu dan kemudian kau membuang kepercayaan itu begitusaja. 
Aish... memang sampah itu lebih busuk ketimbang bangkai. 

Andai ku tak pernah berhutang budi padamu, tak ada relefansinya ku berdiri disini saat ini. Hanya karena kisah ku 10 tahun silam. kau temukan ku bersama orang-orang kerdil, kusut, bahkan sangat buas yang amat kelaparan, sehingga merubah diriya seperti kanibal memangsa sesama bahkan itu kerabatnya sendiri.Begitulah kusebut keluargaku yang amat lalim terhadap harta peninggalan orang tuaku. Saat itu ku dalam keadaan amat terpukul, berdiam didalam kamar seusai pemakaman kedua orang tuaku. Tak ada satupun orang berada disamping ku, apalagi menghibur kesedihan ini. Mereka justru sangat sibuk menuntut hak mereka, pengacara didatangkan, bahkan yang lebih parah lagi mereka mengobrak-abrik alamri demi mencari secarik kertas layaknya emas mulia yang patut untuk di rebutkan. 

Aku keluar kamar melihan kegaduhan ini, sepontan tangis ini tak bisa terhenti, merengek bagai anak kecil yang ingin permen namun tak dibelikan. Maklum lah umur ku saat itu baru sebelas tahun.Tak ada lagi orang yang dapat ku percaya. satu-satunya hanyalah orang itu yang berdiri dimuka pintu, mematung tak dapat berbuat apapun. dialah orang kepercayaan orang tuaku, satu harapan ini masih kusisakan kapadanya. 

Harapan ku ini tak pernah salah dia yang memperjuangkan ku dan bisnis keluarga ini tak carut marut, walaupun dia tlah membuat ku terlena dalam kenyamanan yang sekarang. sampai kealapaan ku pun tak pernah ditegurnya. Rupanya memiliki motif tersendiri sekarang, menolongku bukan karena kasihan justru karena kunci utamanya ada ditangan ku, sebuah goresan tinta untuk setuju. itu yang ia kejar ketika ku menganjak dewasa.

Tragis, memang tak ada orang yang patut untuk dipercaya dibawah kaki yang hina ini. pilihan ku hanyalah membiarkan dia agar tetap disini dengan menganggap tak ada apa-apa hingga ku tetap dapat terus menurut apa kata mu, atau ku harus membiarkanya pergi dengan secarik goresan tinta dari tangan ku. terserah ku hanya dapat psrah, ku kembalikan semua ini pada MU Tuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar