Sabtu, 01 November 2014

Draft Yang Terabaikan

Nemu tulisan di ahir tahun 2013 lalu, yang niatnya untuk ngomentarin tema sebuah media masa di kawasan Jogja, tapi berhubung belum di muat apa salahnya kita cantumkan di sini saja. itung-itung buat nambah postingan dan tambah wawasan bagi yang mau baca ini tulisan saya. oke langsung ke pembicaraanya saja


Judul: Menakar kinerja para pelayan masyarakat

Oleh : Mufida Herdani
Mahasiswa Jurusan Muamalat Fakutas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kembali kinerja para pelayan masyarakat perlu dipertanyakan keefektifan dan keberhasilan-nya. Temuan dinas kesehatan terkait besarnya jumlah angka penderita penyakit kelamin di Kecematan Cangkringan. kabupaten Sleman. Yogyakarta perlu dijelaskan. Karena, menambah panjang daftar nilai merah  rapot yang diterima para pelayan masyarakat Daerah khususnya bidang kesehatan. Dalam keterangan kepala Dinas Kesehatan (DinKes) kabupaten Sleman  Maflidianti. Besarnya jumlah penderita penyakit kelamin disebabkan petugas yang rajin melakukan penyuluhan pada masyarakat. Masyarakat yang mulai tidak mau menceritakan keluhan seputar penyakit ini, mau terbuka kepada petugas kesehatan,  bagi mereka masih dianggap tabu menceritakan penyakit ini, karena menjangkit di daerah sensitif bagian tubuh mereka.  Padahal munculnya penyakit ini bisa menjadi jembatan penyebaran penyakit yang lebih berbahaya lagi  seperti penularan HIV dan AIDS. Melihat realita di lapangan tentu miris, karena angka-angka penderita dapat terus bertambah seiring berjalanya survei dan penyuluhan yang dilakukan pelayan kesehatan daerah kabupaten Sleman.
Menanggapi penyakit kelamin ini, Dinas Kesehatan (DinKes)  Sleman, sebenarnya tidak tinggal diam. Melalui kepala Puskesmas kecamatan cangkringan Maryadi membentuk tim penanganan penyakit atau infeksi menular seksual (IMS). Sejak digiatkan sosialisasi dan penyuluhan pada akhir September hingga awal November. Terdapat 75 warga yang memeriksakan diri karena masalah penyakit kelamin dikutip dan dirubah seperlunya dari ( Harjo Selasa, 26/11/2013 ).
 Langkah tanggap dari DinKes patut untuk diapresiasi dengan baik. Khususnya warga Sleman sendiri untuk lebih sadar untuk mengkonsultasikan gejala-gejala penyakit kelamin. Sehingga dapat memperoleh penanganan lebih dini. Tetapi sayang, ketika semakin bertambah jumlah penderita, tidak dibarengi antisipasi yang baik oleh DinKes sendiri, sehingga seiring berjalannya sosialisasi dan penyuluhan membuat persediaan pilihan obat pertama menjadi terbatas. Akibatnya, pasien harus mendapatkan obat pilihan kedua bahkan ketiga untuk proses penyembuhan. Dengan pilihan obat bukan pilihan pertama, tentu akan memperlama proses penyembuhan penyakit ini. Bahkan mungkin akan ada efek samping disebabkan obat bersifat obat pengganti bukan obat pertama.  Masalah di lapangan inilah yang seharusnya dapat lebih difahami oleh pemerintah dan DinKes Sleman. Sehingga upaya penanggulangan musibah penyakit ini dapat lebih efektif dan tepat.  Pelajaran penanggulangan yang terkesan belum siap ini harus menjadi pelajaran dari pemerintah, khususnya pemerintah kabupaten Sleman untuk masalah ini. Dan diharapkan akan lebih Preventif  dalam menghadapi malah apapun. Mengingat sebagai pelayan masyarakat perlu di tuntut profesionalisme dalam melayani setiap kebutuhan masyarakat.
Praktek prostitusi liar yang berkembang di area tambang disinyalir memiliki andil penyebaran penyakit kelamin di kabupaten Sleman, khususnya daerah Cangkringan. Polisi sebagai aparat keamanan yang tugasnya melayani kebutuhan keamanan rakyat, patut berkaca melihat masalah ini. Harus ada langkah tegas dari aparat keamanan daerah setempat. Penertiban penambangan pasir yang lewat waktu yang ditentukan dan pembersihan warung remang-remang terselubung di areal tambang dan juga harus ada pembinaan dan pengarahan  yang jelas dari aparat keamanan, agar mereka yang sudah terjerat dalam malah ini tidak mengulangi perbuatan-nya lagi.