Nemu tulisan di ahir tahun 2013 lalu, yang niatnya untuk ngomentarin tema sebuah media masa di kawasan Jogja, tapi berhubung belum di muat apa salahnya kita cantumkan di sini saja. itung-itung buat nambah postingan dan tambah wawasan bagi yang mau baca ini tulisan saya. oke langsung ke pembicaraanya saja
Judul: Menakar kinerja para pelayan masyarakat
Oleh
: Mufida Herdani
Mahasiswa
Jurusan Muamalat Fakutas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kembali kinerja para pelayan masyarakat perlu dipertanyakan
keefektifan dan keberhasilan-nya. Temuan dinas kesehatan terkait besarnya
jumlah angka penderita penyakit kelamin di Kecematan Cangkringan. kabupaten Sleman.
Yogyakarta perlu dijelaskan. Karena, menambah panjang daftar nilai merah rapot yang diterima para pelayan masyarakat Daerah
khususnya bidang kesehatan. Dalam keterangan kepala Dinas Kesehatan (DinKes)
kabupaten Sleman Maflidianti. Besarnya jumlah penderita
penyakit kelamin disebabkan petugas yang rajin melakukan penyuluhan pada
masyarakat. Masyarakat yang mulai tidak mau menceritakan keluhan seputar
penyakit ini, mau terbuka kepada petugas kesehatan, bagi mereka masih dianggap tabu menceritakan
penyakit ini, karena menjangkit di daerah sensitif bagian tubuh mereka. Padahal munculnya penyakit ini bisa menjadi
jembatan penyebaran penyakit yang lebih berbahaya lagi seperti penularan HIV dan AIDS. Melihat
realita di lapangan tentu miris, karena angka-angka penderita dapat terus
bertambah seiring berjalanya survei dan penyuluhan yang dilakukan pelayan
kesehatan daerah kabupaten Sleman.
Menanggapi penyakit kelamin ini, Dinas Kesehatan (DinKes) Sleman, sebenarnya tidak tinggal diam. Melalui
kepala Puskesmas kecamatan cangkringan Maryadi membentuk tim penanganan
penyakit atau infeksi menular seksual (IMS). Sejak digiatkan sosialisasi dan
penyuluhan pada akhir September hingga awal November. Terdapat 75 warga yang
memeriksakan diri karena masalah penyakit kelamin dikutip dan dirubah seperlunya
dari ( Harjo
Selasa, 26/11/2013 ).
Langkah tanggap dari DinKes
patut untuk diapresiasi dengan baik. Khususnya warga Sleman sendiri untuk lebih
sadar untuk mengkonsultasikan gejala-gejala penyakit kelamin. Sehingga dapat memperoleh
penanganan lebih dini. Tetapi sayang, ketika semakin bertambah jumlah penderita,
tidak dibarengi antisipasi yang baik oleh DinKes sendiri, sehingga seiring
berjalannya sosialisasi dan penyuluhan membuat persediaan pilihan obat pertama
menjadi terbatas. Akibatnya, pasien harus mendapatkan obat pilihan kedua bahkan
ketiga untuk proses penyembuhan. Dengan pilihan obat bukan pilihan pertama,
tentu akan memperlama proses penyembuhan penyakit ini. Bahkan mungkin akan ada
efek samping disebabkan obat bersifat obat pengganti bukan obat pertama. Masalah di lapangan inilah yang seharusnya
dapat lebih difahami oleh pemerintah dan DinKes Sleman. Sehingga upaya
penanggulangan musibah penyakit ini dapat lebih efektif dan tepat. Pelajaran penanggulangan yang terkesan belum
siap ini harus menjadi pelajaran dari pemerintah, khususnya pemerintah
kabupaten Sleman untuk masalah ini. Dan diharapkan akan lebih Preventif dalam menghadapi malah apapun. Mengingat
sebagai pelayan masyarakat perlu di tuntut profesionalisme dalam melayani
setiap kebutuhan masyarakat.
Praktek prostitusi liar yang berkembang di area tambang disinyalir
memiliki andil penyebaran penyakit kelamin di kabupaten Sleman, khususnya
daerah Cangkringan. Polisi sebagai aparat keamanan yang tugasnya melayani
kebutuhan keamanan rakyat, patut berkaca melihat masalah ini. Harus ada langkah
tegas dari aparat keamanan daerah setempat. Penertiban penambangan pasir yang
lewat waktu yang ditentukan dan pembersihan warung remang-remang terselubung di
areal tambang dan juga harus ada pembinaan dan pengarahan yang jelas dari aparat keamanan, agar mereka
yang sudah terjerat dalam malah ini tidak mengulangi perbuatan-nya lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar