Senin, 23 Desember 2013

Perubahan Iklim Berbudaya di Yogyakarta

Slogan Jogja berhati nyaman, itu diberikan atas keistimewaanya, dilihat dari ragam budaya dan santunya masyarakat menyatu menjadi budaya yang luhur. Namun pada akhir-akhir ini pemerintah di resahkan dengan maraknya peredaran minuman keras (miras) yang semakin tak terkendali. Peredarannya dirasa sangat menghawatirkan, menyusul tujuh korban jiwa yang dinyatakan meninggal akibat mengkonsumsi minuman keras di daerah kabupaten Sleman akhir tahun 2013 ini.

Kebiasaan masyarakay yang konsumtif menjadi gaya hidup saat ini. Hal demikian lah yang berpengaruh buruk terhadap moral bangsa. Berlagak dengan kehidupan mewah dan berfoya-foya, sudah tertanam sejak mereka remaja. Biar dikatakan gaul dan tidak ketinggalan jaman, pesta miras dijadikan ajang budaya baru. Bahkan seseorang teman yang tidak mau ikut minum dianggapnya kuno, dan dikatakan sombong.

Selain itu Istilah penghangat badan yang tadinya disuguh dengan wedang ronde sekarang beralih dengan sebotol oplosan. Istilah jamu pun merupakan salah satu sebutan dari miras di kalangan masyarakat bawah. Mereka sudah terbiasa mengkonsumsi miras tanpa merasa bersalah sedikitpun.
Agama seakan tidak berfungsi dalam permasalahan ini. Ajaran luhur serta larangan tegas yang sering dijelaskan didepan publik tidak tertanam sama sekali. Selain itu lemahnya kontrol sosial dari masyarakat, minimnya pendidikan moral dan tontonan yang semakain bebas sangat
berpengaruh terhap perkembangan pola pikir masyarakat.

Melihat hal tersebut mendorong produsen untuk meningkatnya produksi miras di kawasan setempat baik miras yang berupa kemasan pabrik maupun oplosan, karena permintaan masyarakat yang semakin bertambah. Sistem penjualan yang dirasa bebas, memudahkan masyarakat untuk mendapatkannya. Di toko-toko klontong biasa, sampai toko yang buka 24 jam sering sedia. Pemerintah seolah tidak membatasi hal ini.

Upaya pemberantasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah dirasa sudah maksimal akan tetapi tidak mendapatkan hasil yang memuaskan. Pemerintah seakan kurang tegas dalam membuat peraturan, yang akhirnya pemerintah sendiri juga yang kerepotan untuk menertibkanya. Penjualan bebas dan tidak ada hukuman yang membuat jera, membuat masyarakat enggan untuk menghentikan tindakannya.

Selanjutnya anjuran untuk pemerintah seharusnya mempertegas hukuman, baik dalam peraturan daerah (perda) setempat maupun peraturan perundang-rndangan yang saat ini masih dalam rancangan undang-undang tentang minuman keras. Dengan tujuan agar memberikan efek jera baik untuk orang/badan yang memproduksi, pengedar bahkan pengkonsumsinya, sehingga masyarakat perlu berfikir dua kali untuk melakukan tindakan tersebut.

Selain itu kembali pada masyarakatnya sendiri. Perbaikan moral serta perombakan pola pikir perlu dilakukan, karena persoalan ini seolah-olah sudah membudaya dan dianggap bukanlah hal yang tabu lagi. Penyuluhan ataupun sosialisasi sejak dini pelu dilakukan baik di sekolah maupun diperkumpulan masyarakat. Melihat bahaya yang ditimbulkan serta demi kelangsungan hidup bangsa dimasa depan.

#dilatarbelakangi oleh sebuah tema yang perlu di komentari @tribunjogja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar