Kamis, 28 Maret 2013

PELUANG DAN TANTANGAN OJK



Sejarah Singkat Lahirnya OJK
            Lahirnya Otoritas Jasa Keuangan  yakni pada akhir tahun 2010, kebijakan pembentukan OJK sudah diputuskan sejak disahkannya UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, hal ini disebabkan krisi yang melanda negeri ini pada tahun 1998 yang membuat sistem, perekonomian Indonesia Limbung. Kemudian lahirlah kesepakatan pembentukan OJK yang menurut undang-undang tersebut harus ada penampakannya pada tahun 2002.
            Pada tahun 2004 akhirnya UU no 23 tahun 1999 tentang bank indonesia direvisi menjadi UU N.  tahun 2004 yangmenyatakan tugas BI adalah mencapai dan memelihara kskestabilan nilai rupiah, untuk mencapainya, BI melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten dan transparan dengan mempertimbangkan kebijakan umum pemerintah di bidang perekonomian.
            Mandat pendirian OJK sendiri berawal dari krisis moneter 1997/1998 yang memaksa indonesia menandatangani Letter of intent (LOL) dengan dana moneter internasional (IMF). Salah satu butir dalam Lol tersebut menyebutkan bahwa diperlukan badan yang independen sebagai pengawas sektor keuangan.
            JIka melihat pengalaman dari berbagai Negara terdapat dua aliran pemikiran. Yang pertama
yang menganut bahwa supervisi berbagai institusi keuangan dilakukan oleh beberapa lembaga. Yang kedua adalah pemikiran bahwa untuk seluruh jasa keuangan harus ada satu badan besdar yang menganut atau yang biasa disebut dengan financial supervisory authority.
            Inggris disebut-sebut sebagai negara dengan kondisi perbankan yang sehat sebelum kasus bangkrutnya Northen Rock Bank. hal tersebut tak terlepas dari keberadaan lembaga semacam OJK, dimana FSA (Financial Services Authority) memiliki tugas mengawasi berbagai lembaga keuangan, termasuk bank, pialang saham, dan pengelolaan dana pensiun. "Kesuksesan FSA tersebut tertepis setelah Northren Rock bank tidak mampu diselamatkan. Selanjutnya kebangkrutan Northren Rock Bank disusul krisis keuangan yang melanda negeri paman sam yang berakbat pada krisis keuangan negara-neara lainnya di dunia , "ujar abdul mongid.
            Northren Rock adalah bank negara yang didirikan oleh pemerintah inggris. Menurut laporan setebal 183 halaman yang disampaikan oleh pejabat Northren Rock Bank, regulator telah gagal secara sistematis dan FSA inggris dinyatakan tidak melakukan regulasi perbankan sebagaimana mestinya. Kasus ini telah mencorfeng citra OJK kerajaan inggris yang mendapatkan ulukan memiliki FSA terbaik dibanding negara-negara tetangganya.
Resiko untuk OJK
            Menurut Aviliani seorangpengamat perbankan mengatakan apabila fungsi pengawasan berada dibawah lembaga yang terpish dari BI justru dikhawatirkan tidak akan independen. Ranangan menenai posisi struktural OJK yang berada di bawah presiden dikhawatirkan dapat menyebabkan lembaga itu rawan akan campur tangan politis. Hal ini tentu berlawanan dengan posisi Bank sentral yang dijamin independensinya oleh Undang-undang.
"Pembentukan lembaga baru juga rentan dengan resiko kelembagaan, dan membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membuat lembaga itu berfungsi dengan baik. Selain itu apabila fungsi pengawasan berada diluar bank sentral, maka mekanisme fungsi LOLR kepada bank-bank yang mengalami permasalahan tidak berjalan efisien dan justru memperparah masalah"
            Sementara itu, mukhlis sufri, dosen fakultas ekonomi pasca sdarjana UMI, menyatakan bahwa pembentukan OJK adalah wajar-wajar saja jika memang diamanatkan dalam suatu peraturan perundang-undangan dan dikaitkan dengan peran dan fungsi BI sebagai bank setral agar lebih fokus dan profesional dalam mengelola sistem moneter dan perbankan terutama di dalam menghadapi krisis. Yang penting adalah adanyakoordinasi dan sinergi yang kuat antar lembaga. Hal ini dikarenakan sampai saat ini koordinasi pengaturan dan pengawasan belum berjalan efektif, disamping lemahnya kemampuan SDM dan soal dana. Meskipun demikian, dia menambahkan bahwa dalam mengatur sistemkeuangan akan lebih efektif jika peran dan tujuan OJK ini berada dibawah BI sebagai suatu wadah yang fokus pada pengawasan  dan pengendalian untuk mengatur secara makro stabilitas sistem keuangan bank dan non bank. Hal senada disampaikan oleh wahyu Aryo Pratomo, dan Jhon Tafbu Ritonga, keduanya dosen fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
            Masa krisis memiliki gejolak keuangan yang luar biasa. Ada yangmengatakan, pembentukan badan justru membuang energi untuk mengantisipasi krisi, sebab yang dibutuhkan saat ini bukan pembentukan badan baru, tetapi penguatan pengawasan, sehingga dilihat dari segi resiko, badan baru tersebut memiliki resiko gagal yang lebih tinggi. Di sisi lian dari segi fungsi, justru untuk menjaga stabilitas, maka lembaga keuangan seharusnya kewenangannya dibawah bank sentral sebagai pemilik otoritas moneter.
            Bank sentral harus mengetahui pergerakan uang yang ada disebuah negara, hal ini terkait dengan fungsi moneter yang diemban. Lembaga keuanganmemiliki dampak sitemik, dan apabilaterjadi krisis bisa diantisipasi sebelumnya. bagaimanasebuah lembaga keuangan tiba-tiba bisa membuat sektor keuangan kolaps sementara bank sentralnya tidak tahu. ini yang terjadi di inggris, bank sentral tidak tahu sementara otoritas jasa keuangannya mengetahui tidak bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan Northren Rock, hasilnya sektor keuangan menjadi krisis.
Fakta Sejarah Lahirnya OJK
            Pembentukan OJK sebenarnya tidak terlepas dai isi Letter of intent (Lol) antara pemerintah indonesia dan international monetary fungd (IMF) sebagai salahsatu persyaratan agar pemerintah indonesia mendapatkan pinjaman dari lembaga monetr internasioanal tersebut. Lembaga keuangan independen tersebut kemudian dikenal sebagai Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang bahkan tahun 2009 belum juga terbentuk.
Struktur organisasi Otoritas Jasa Keuangan
Sesuai dengan isi Bab V UU no 21 tahun 2011 mengenai organisasi dan kepegawaian salah satu program kerja OJK yang harus terlaksana setelah pelantikan Dewan Komisioner adalah pembentukan sruktur oerganisasi. Struktur organisasi ini dibentuk untuk melaksanakan kelancaran pelaksanaan fungsi tugas dan wewenang OJK yang dibentuk secara langsung oleh Dewan Komisioner. Selain membentuk organisasi, Dewan Komisioner membentuk organ pendukung yang mencakup sekertariat, dewan audit, komite Etik dan organ lainnya sesuai dengan kebutuhan.  Selanjutnya OJK akan membentuk sebanyak 7(tujuh) orang anggota Dewan Komisioner OJK dan dibantu oleh 2 (dua) orang ex-officio dari BI dan kemenkeu.
Adapun gambaran struktur organisasi OJK terdiri atas[1] :
1.      Dewan Komisioner OJK dan
2.      Pelaksanaan Kegiatan operasional
Struktur Dewan Komisioner terdiri atas:
1.      Ketua merangkap anggota
2.      Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota
3.      Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota;
4.      Kepala Eksekutif Pasar Modal merangkap anggota
5.      Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan   Lainnya merangkap anggota;
6.      Ketua Dewan Audit merangkap anggota
7.      Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen
8.      Anggota Ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia; dan
9.      Anggota Ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan
Pelaksana kegiatan operasional terdiri atas:
1.      Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Sterrategis I
2.      Wakil ketua Dewan Komisiner memimpin bidang Manajemen Strategi II
3.      Kepala eksekutif Pengawas perbankan memimpin bidang pengewasan sektor perbankan
4.      Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang pengawasan sektor Pasar Modal
5.      Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB
6.      Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; dan
7.      Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.


Peluang dan Tantangan OJK         
oleh : 
[1] http://www.ojk.go.id, diakses 21/03/13

[1] http://www.ojk.go.id, diakses 21/03/13

            Sangat menarik jika kita melihat latar belakang pembentukan OJK. Berawal dari LoI (Letter of Intent) dari badan pinjaman dunia IMF yang memberikan syarat pinjaman yakni guna memperoleh pinjaman, Indonesia perlu memiliki badan yang independen sebagai pengawas sektoral keuangan. Terasa aneh IMF memberikan syarat seperti itu, dimana Inggris sebagai salah satu negara pentolan di IMF sendiri sedang mengalami kesulitan ekonomi diakibatkan oleh adanya Financial Services Authority (FSA), sebuah badan semacam OJK yang menyebabkan Northern Rock Bank menjadi bangkrut.
            Pada masa sebelumnya memang FSA menorehkan prestasi yang luar biasa dalam perekonomian Inggris, namun hal itu terusik setelah ketidakmampuan FSA menyelamatkan Northern Rock Bank disusul krisis keuangan yang melanda negeri Paman Sam yang berakibat pada krisis negara-negar lain di dunia.
            Masa krisis memiliki gejolak keuangan yang luar biasa. Ada yang mengatakan, pembentukan badan baru justru membuang energi untuk mengantisipasi krisis, sebab yang dibutuhkan saat ini bukan pembentukan badan baru, tetapi penguatan pengawasan, sehingga dilihat dari segi resiko, badan baru tersebut memiliki resiko gagal yang lebih tinggi. Di sisi lain, dari segi fungsi, justru untuk menjaga stabilitas, maka lembaga keuangan seharusnya kewenangannya di bawah bank sentral sebagai pemilik otoritas moneter.
            Bank sentral harus mengetahui pergerakan uang yang ada di sebuah negar, hal ini terkait dengan fungsi monetr yang diemban. Lembaga keuangan memiliki dampak sistemik, dan bila terjadi krisis bisa diantisipasi sebelumnya. Bagaimana sebuah lembaga keuangan tiba-tiba bisa membuat sektor keuangan kolaps sementara bank sentralnya tidak tahu. Ini yang terjadi di Inggris.
            Guru Besar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Prof Dr Nindyo Pramono, SH, mengatakan dikhawatirkan OJK tidak akan mampu mengambil alih fungsi pengawasan tersebut jika lembaga baru itu dibentuk hanya berdasarkan euforia saat itu tanpa mencerminkan SDM yang ada. Bandingkan dengan kasus pajak yang heboh saat ini, dimana kehadiran pengadilan pajak bukan merupakan solusi terbaik sistem perpajakan di Indonesia.
            Kekhawatiran Pramono dilatarbelakangi oleh sikap traumatis pembentuk UU waktu itu terhadap peristiwa krisis perbankan masa lalu yang satu diantaranya ditengarai rendahnya efektivitas fungsi pengawasan BI. Jika konstelasi ini benar maka kehadiran OJK sebenarnya belum tentu mencerminkan solusi tepat pengaturan dan pembenahan fungsi pengelolaan sistem keuangan dan perbankan saat ini.
            Berkaca pada kasus pajak saat ini, kehadiran pangadilan pajak yang hanya diisi oleh SDM dari pegawai pajak dan mantan pegawai pajak/atau konsultan pajak dengan dalih merekalah yang mempunyai pengalaman dan keahlian di bidang pajak, ternyata pengadilan tersebut rentan terhadap KKN yang sungguh membahayakan kepentingan publik dan keuangan negara.

- Mufida Herdani
- Hilman Taufik Abdillah
- Muhammad Nasir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar